Powered By Blogger
S'LAMAT DATANG DAN S'LAMAT MEMBACA....Mulailah Segala Sesuatu Dengan Senyuman ^__^

Jumat, 01 Oktober 2010

Sistem Peradilan Islam Begitu Indah

Krisis sistem hukum dan peradilan Indonesia semakin parah. Disamping penyakit klasik seperti mafia pengadilan, suap-menyuap, ketidakpastian hukum, kini muncul berbagai pertikaian antar institusi hukum. Semua itu mencerminkan kebobrokan sistem hukum dan peradilan kapitalis.

Karena itu, adalah penting bagi siapapun melirik ke jalan Islam untuk menjadi pilihan bagi sistem hukum dan pengadilan yang terbaik. Sebab, disamping memiliki keteguhan dan kematangan konsepsional yang teruji secara empirik lebih dari 1300 tahun, sistem hukum dan peradilan Islam memiliki berbagai kaidah unggulan yang tak terbantahkan.

Negara Hukum

Negara Islam (daulah Khilafah) adalah negara hukum. Artinya, semua aspek pengaturan masyarakat diatur oleh hukum yang jelas, yakni syariah Islam, termasuk untuk mengadili berbagai perselisihan di tengah masyarakat. Hukum menjadi penting dalam sistem Islam, karena Allah telah mewajibkan siapapun untuk terikat pada aturan-aturan Allah, yang menjadi sumber hukum. Wajar jika produk hukum berupa kitab fiqh berkembang luar biasa dalam sistem Islam.

Kedaulatan di Tangan Syara’

Dalam Islam, kedaulatan dalam penger-tian sumber hukum tertinggi (source of legislation) adalah hukum syara’. Al Qur’an dan Sunnah menjadi satu-satunya sumber hukum, sehingga standar baik dan buruk dalam Islam adalah halal dan haram. Hal ini membuat sistem hukum Islam menjadi mandiri dari intervensi kepentingan manusia. Hal ini berbeda dengan sistem Kapitalis yang menjadikan manusia atas nama rakyat sebagai sumber hukum tertinggi. Ketika manusia menjadi sang pembuat hukum, pastilah berbagai kepentingan dari manusia tersebut masuk di dalamnya. Tambal sulam, gonta gantinya aturan hukum di Indonesia mencerminkan hal ini.

Persamaan di Depan Hukum

Rasulullah SAW menegaskan persamaan di depan hukum ini saat mengatakan, “Seandainya anakku Fatimah mencuri, akan kupotong tangannya. Hadits itu bermula ketika seorang sahabat terdekatnya, meminta Rasulullah untuk tidak menghukum seorang wanita terpandang. Rasulullah marah dan menegaskan bahwa siapapun yang bersalah, meskipun anaknya sendiri akan dia hukum. Kebijakan ini pun diikuti oleh para khalifah maupun qadhi (hakim) setelah Rosulullah wafat. Khalifah Ali bin Abi Thalib ra yang menjadi penguasa tertinggi pada saat itu bahkan pernah dikalahkan dalam peradilan Islam. Pasalnya, dia tidak bisa membuktikan tuduhan bahwa baju besinya memang benar telah dicuri oleh seorang warga Yahudi. Pengadilan Tunggal Tidak Berjenjang. Islam tidak mengenal pengadilan bertingkat. Pengadilan dilakukan dengan asumsi harus dilakukan secara terbaik oleh hakim manapun, dengan pembuktian yang menunjang. Hal ini akan menjaga kepastian hukum dan dapat mencegah timbunan perkara akibat peradilan bertingkat seperti dalam sistem kapitalis, termasuk yang ada di Indonesia.

Ketatnya Pembuktian (al Bayyinah)

Dalam sistem peradilan Islam, seorang baru bisa dikenai sanksi hukum jika memang terbukti bersalah. Rasulullah menegaskan hal ini dengan memerintahkan meninggalkan hudud (sanksi pidana yang sudah pasti hukumannya) jika masih ada syubhat (keraguan di dalamnya). Tidak heran pembuktian dalam sistem peradilan Islam menjadi hal yang sangat penting. Sistem peradilan Islam hanya menerima empat macam pembuktian, yakni pengakuan, sumpah, kesaksian dan dokumen ter-tulis yang menyakinkan. Pengakuan terdakwa tanpa paksaan dan penuh kesadaran (tidak gila). Kesaksian (syahadah) sangat ketat. Untuk kasus zina dengan ancaman rajam (hukuman mati) atau jilid 100 kali, harus ada empat saksi yang langsung melihat secara langsung terjadinya persetubuhan itu. Sebaliknya jika seseorang mendakwa seseorang berzina namun tidak bisa membuktikan, justru yang mendakwa akan dikenakan sanksi qadzaf.

Al Jawazir

Hukum dalam Islam memiliki fungsi pencegah (preventif). Hal ini tampak dari tegas dan kerasnya sanksi bagi pelaku kejahatan. Bagi pembunuh akan dikenai qishash (hukum mati), pencuri dipotong tangannya, pezina di hukum rajam sampai mati kalau sudah menikah, sementara jika belum akan dijilid (cambuk) 100 kali. Pelaksanaan hukum ini dilakukan dihadapan orang banyak sehingga menimbulkan aspek jera yang tinggi.
Al Jawabir

Dalam pandangan syariat Islam, seseorang yang sudah dijatuhi hukuman di dunia akan menggugurkan dosa-dosanya sekaligus akan menghindarkan dirinya dari hukuman Allah di hari akhir yang sangat keras. Tidak mengherankan jika Maiz Al Aslami dan Al Ghomidiyah, dua orang pelaku zina datang sendiri kepada Rasullah untuk meminta hukuman. Semua ini karena ketaqwaan yang tinggi kepada Allah SWT.Perlu dicatat, keindahan sistem pengadilan Islam ini didorong oleh pilar yang sangat penting yakni ketaqwaan kepada Allah, Sehingga pengadilan dan hukum Islam berdimensi akhirat. Ini akan mengokohkan pelaksaan hukum dan memunculkan rasa takut untuk menyimpang dari hukum Allah. hal inilah yang tidak dimiliki sistem Kapitalis yang menghilangkan aspek ketuhanan (ruhiyah) di dalam hukum.[]

Hidup Mulia takkan pernah tercapai, tanpa berjuang di jalan Allah,Rasa Bahagia kan terwujud, ketika diri hidup di bawah Quran dan Sunnah…..Sejahtera lahir dan batin kan terbukti, ketika Khilafah tlah berdiri.ALLAHU AKBAR……“Tiada Kemuliaan Tanpa Islam, Tiada Islam Tanpa Syariat, Tiada Sempurna Syariat Tanpa Daulah Khilafah”

1 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus